Keracunan MBG yang melanda lebih dari 5.000 siswa di Indonesia menuntut reformasi segera. Data terbaru menunjukkan Jawa Barat menjadi wilayah dengan kasus tertinggi, terutama di Garut dan Bandung Barat. Tragedi Cipongkor yang melibatkan 301 siswa bahkan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa.
Kekecewaan orang tua dan guru semakin memuncak seiring lambatnya respons pemerintah. Banyak pihak mempertanyakan keseriusan penyelidikan, mengingat beberapa pemilik dapur MBG diduga memiliki kedekatan dengan pejabat penting. Hal ini menimbulkan kesan bahwa kepentingan politik mengalahkan keselamatan anak-anak.
Reformasi MBG memerlukan tindakan konkret dan terukur. Pertama, pemerintah harus menerapkan sistem monitoring real-time di setiap dapur mitra. Kedua, sertifikasi halal dan BPOM menjadi syarat wajib yang tidak bisa ditawar. Ketiga, pelatihan berkala untuk petugas dapur tentang higienitas dan keamanan pangan.
Badan Gizi Nasional perlu merevisi standar operasional prosedur secara menyeluruh. Sistem penyimpanan makanan, waktu distribusi, dan kontrol suhu harus diatur ketat. Sanksi tegas bagi mitra yang melanggar protokol keamanan pangan juga diperlukan.
Pembelajaran dari negara lain menunjukkan program makan gratis bisa sukses tanpa korban keracunan. Teknologi digital dapat membantu memantau kualitas makanan dari dapur hingga sampai ke siswa. Investasi teknologi ini jauh lebih murah dibanding biaya kesehatan dan trauma psikologis korban.
Lembaga pendidikan seperti SMA Cendikia Informatika yang mengutamakan kesehatan siswa dapat menjadi contoh pengawasan ketat program makanan sekolah. Reformasi MBG bukan hanya tentang perbaikan sistem, namun komitmen serius melindungi masa depan bangsa. Keracunan massal tidak boleh terulang lagi.


Comments are closed